BERITA NASIONAL- Brebes – TKP
Pergerakan tanah yang terjadi di wilayah Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, kian meluas dan menimbulkan dampak kerusakan yang semakin signifikan. Bencana geologi ini melanda lima pedukuhan di Desa Mendala, mengakibatkan sedikitnya 135 unit rumah mengalami kerusakan dan lebih dari 400 warga terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka.
Sejak bencana ini mulai terdeteksi pada 17 April 2025, kondisi tanah di kawasan tersebut terus mengalami pergeseran. Retakan-retakan di permukaan tanah makin melebar, menyebabkan bangunan tempat tinggal mengalami keretakan hingga roboh. Warga pun kini hidup dalam kecemasan, khawatir bencana susulan yang lebih besar terjadi sewaktu-waktu.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Brebes mencatat sebanyak 551 jiwa terdampak langsung oleh bencana ini. Dari jumlah tersebut, 430 orang telah diungsikan ke berbagai tempat yang dinilai lebih aman, seperti balai desa, masjid, serta rumah sanak saudara yang berada di luar zona rawan.
Lima Pedukuhan Terdampak
Bencana tanah bergerak ini meliputi lima pedukuhan yang tersebar di wilayah Desa Mendala. Kelima pedukuhan tersebut adalah Dukuh Babakan, Karanganyar, Cubangbungur, Krajan, dan Ares. Menurut keterangan warga setempat, pergerakan tanah sudah mulai terasa sejak beberapa pekan sebelumnya, namun eskalasinya meningkat drastis dalam beberapa hari terakhir.
Sumarsono, seorang warga dari Dukuh Krajan yang menjadi salah satu wilayah paling parah terdampak, menuturkan bahwa banyak rumah yang ambruk akibat fondasinya hilang ditelan longsoran tanah.
"Di Krajan sendiri ada sekitar 120 rumah yang mengalami kerusakan parah. Dari jumlah itu, sekitar 35 rumah benar-benar amblas karena tanahnya runtuh," jelasnya saat ditemui pada Minggu, 3 Mei 2025.
Sementara itu, di Dukuh Ares tercatat 15 rumah mengalami rusak sedang, sedangkan di pedukuhan lainnya, retakan tanah mulai merambat ke permukiman, menyebabkan warga bersiaga penuh terhadap kemungkinan perpindahan massa tanah berikutnya.
Kehilangan Tempat Tinggal
Bagi banyak warga, musibah ini bukan hanya ancaman fisik, tetapi juga memicu trauma psikologis mendalam. Banyak dari mereka yang harus meninggalkan rumah dan harta benda tanpa sempat menyelamatkan barang-barang penting. Anak-anak dan orang lanjut usia menjadi kelompok paling rentan dalam situasi ini.
"Anak-anak kami sekarang tidur di lantai beralaskan tikar. Suhu malam hari cukup dingin dan kami kekurangan selimut," kata Nurmawati, salah satu pengungsi dari Dukuh Karanganyar.
Pemerintah daerah telah mendirikan sejumlah posko darurat dan mendistribusikan bantuan logistik seperti makanan siap saji, air bersih, dan perlengkapan tidur. Namun, kebutuhan warga di pengungsian masih belum sepenuhnya tercukupi.
"Yang paling kami butuhkan saat ini adalah air bersih, obat-obatan, dan dukungan psikologis, terutama bagi anak-anak," tambah Nurmawati.
Harapan Relokasi
Kerusakan yang melanda rumah-rumah warga di Sirampog tidak hanya bersifat sementara. Sebagian besar rumah yang terdampak tidak memungkinkan lagi untuk dihuni karena kondisinya yang rawan runtuh atau sudah rata dengan tanah. Oleh karena itu, warga berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk relokasi ke tempat yang lebih aman.
Sumarsono menyampaikan aspirasi warga Dukuh Krajan agar pemerintah segera memfasilitasi pembangunan permukiman baru di lokasi yang tidak rawan bencana. "Kami tidak mungkin kembali ke rumah. Tanahnya terus bergerak, dan setiap hujan turun, retakannya makin lebar. Kami mohon agar kami segera direlokasi ke lokasi yang lebih aman dan layak," ucapnya.
Menanggapi hal ini, pihak BPBD Brebes menyatakan sedang melakukan kajian bersama instansi terkait untuk menentukan zona aman dan merancang lokasi relokasi permanen. Proses ini melibatkan Badan Geologi untuk menilai stabilitas tanah dan kelayakan kawasan baru bagi pemukiman warga.
Analisa Geologi dan Langkah Mitigasi
Menurut ahli geologi dari Universitas Jenderal Soedirman, pergerakan tanah di Sirampog disebabkan oleh struktur tanah yang labil dan curah hujan tinggi dalam beberapa pekan terakhir. Faktor topografi yang berbukit dan kondisi tanah yang mengandung lempung mempercepat proses pergerakan massa tanah.
"Fenomena tanah bergerak ini sebenarnya bisa dideteksi lebih awal jika pemantauan dilakukan secara rutin. Sayangnya, banyak kawasan rawan belum memiliki sistem peringatan dini yang memadai," ujar Dr. Andri Permana, dosen Teknik Geologi Unsoed.
Ia menambahkan bahwa ke depan, penting bagi pemerintah daerah untuk memasang alat monitoring seperti inclinometer dan sensor pergeseran tanah guna mengantisipasi kejadian serupa.
Peran Pemerintah Daerah dan Pusat
Pemkab Brebes sendiri telah menetapkan status tanggap darurat bencana sejak akhir April lalu. Bupati Brebes menyatakan bahwa seluruh perangkat daerah telah dikerahkan untuk membantu proses evakuasi, pendistribusian bantuan, serta perencanaan relokasi.
"Kami terus berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan BNPB agar penanganan bencana ini bisa berjalan cepat dan tepat. Kami juga berharap dukungan dari pemerintah pusat untuk pembangunan hunian sementara maupun permanen," kata Bupati saat konferensi pers.
Pemerintah pusat melalui BNPB juga telah menyalurkan dana siap pakai (DSP) serta bantuan logistik awal. Direncanakan, dalam waktu dekat akan dilakukan survei lokasi relokasi oleh tim gabungan dari Kementerian PUPR dan Badan Geologi.
Solidaritas Sosial dan Bantuan Komunitas
Di tengah musibah ini, solidaritas antarwarga mulai terlihat. Sejumlah organisasi kemanusiaan, komunitas relawan, dan lembaga keagamaan turun tangan memberikan bantuan kepada para korban. Dapur umum didirikan di beberapa titik pengungsian, sementara pos kesehatan dibuka untuk memberikan pelayanan dasar bagi warga.
"Ini adalah bencana bersama, dan kami harus saling membantu. Tim kami setiap hari mendistribusikan makanan dan kebutuhan pokok ke lokasi pengungsian," ujar Mulyadi, relawan dari organisasi kemanusiaan lokal.
Bantuan juga datang dari warga di desa tetangga yang mengirimkan pakaian layak pakai, beras, serta perlengkapan bayi. Kehadiran para relawan menjadi penyemangat tersendiri bagi para korban yang masih shock dan kehilangan arah.
Penutup
Bencana tanah bergerak di Sirampog, Brebes, menjadi peringatan keras akan pentingnya kesadaran terhadap risiko geologi di kawasan rawan. Di tengah derita ratusan warga yang kehilangan rumah, harapan kini tertumpu pada aksi cepat pemerintah dan kekuatan solidaritas masyarakat.
Dengan mitigasi yang tepat dan langkah penanganan yang terkoordinasi, diharapkan warga terdampak bisa segera bangkit dan memulai kehidupan baru yang lebih aman dan layak. (Alkom)
0 Comments